Judul : To Kill A Mockingbird
Penulis : Harper Lee
Penerjemah : Femmy Syahrani
Penerbit : Penerbit Qanita
Cetakan : Edisi Keempat, Cetakan 1,
September 2015
Tebal : 396 halaman
Penulis : Harper Lee
Penerjemah : Femmy Syahrani
Penerbit : Penerbit Qanita
Cetakan : Edisi Keempat, Cetakan 1,
September 2015
Tebal : 396 halaman
"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya... hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya."
"..Mockingbird menyanyikan musik untuk kita nikmati, hanya itulah yang mereka lakukan. Mereka tidak memakan tanaman di kebun orang, tidak bersarang di gudang jagung, mereka tidak melakukan apapun, kecuali menyanyi dengan tulus untuk kita. Karena itulah, membunuh mockingbird itu dosa."
Novel klasik yang sudah berusia 50 tahun sejak diterbitkan pertama kali pada tahun 1960. Kehidupan di kota kecil Maycomb County, Alabama memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan masyarakat pada saat itu. Dimana pengalaman masa lalu menjadi pelajaran berharga. Diceritakan dari sudut pandang seorang anak 6 tahun, Jean Louis atau Scout yang bermain bersama kakaknya Jeremy Finch dan sahabat musim panas mereka, Dill. Ayah mereka, Atticus Finch adalah seorang pengacara. Ibu mereka sudah meninggal, namun ada Calpurnia yang mengasuh mereka.
To Kill A Mockingbird, tonggak sastra dunia yang tak lekang oleh zaman. Memenangi Pulitzer Price, terjual lebih dari 40 juta kopi di seluruh dunia, diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dan diadaptasi dalam film pemenang Academy Award, To Kill A Mockingbird dianggap sebagai buku paling berpengaruh dan paling laris pada abad ke-20.
Toleransi
Dalam novel
ini, digambarkan jika anak-anak tidak membeda-bedakan teman berdasarkan
asalnya, status sosial, atau bahkan agama. Kita bisa bandingkan dengan Shmuel
dan Bruno di cerita The Boy in the Striped Pajamas. Ketulusan
berteman anak-anak patutlah kita tiru, tidak salah bukan orang dewasapun perlu
belajar dari anak-anak.
Prasangka
Prasangka
membuat kita hanya menilai seseorang dari kulitnya saja atau penampilan tanpa
keinginan untuk memahami sisi lain dari orang tersebut. Suatu perenungan yang
mendalam tentu saja. Hal ini nampak dari
pengalaman ketika Scout mengingat apa kata ayahnya.
“Atticus
benar. Dia pernah berkata, kau tak akan pernah mengenal seseorang sampai kau
berada dalam posisinya dan mencoba menjalani hidupnya. Hanya berdiri di serambi
Radley pun cukup."
Kebaikan
dan Kejahatan
Pemahaman
akan nilai kebaikan bukanlah sesuatu yang datangnya instan, namun sebuah proses
dari budi manusia. Sebagai contoh sisi kebaikan seorang pengasuh pada keluarga
Atticus. Cerita tentang Calpurnia yang mendidik Jem dan Scout tentunya tidak
semata-mata karena Atticus telah membayarnya sebagai seorang pengasuh. Terlebih
dari itu, karena ia mengasihi mereka.
Sisi lain
pada manusia, yaitu kejahatan dicontohkan pada persidangan Tom Robinson.
Apa
salahnya menggoda seorang laki-laki? yang salah karena ia, Mayella menggoda
seorang Negro. Ada apa dengan Negro? Atticus melanjutkan bahwa ada asumsi atau
prasangka jahat yang tertanam kuat di orang kulit putih bahwa Negro adalah
makhluk tidak bermoral. Attiicus menambahkan bahwa perbuatan jahat maupun
ketidakbermoralan adalah milik seluruh manusia, tidak berlaku pada satu ras saja.
"Tak ada orang di ruang pengadilan ini yang belum pernah berbohong, yang
belum pernah berbuat amoral, dan tak ada lelaki hidup yang tak pernah memandang
seorang perempuan dengan hasrat".
Pengadilan
yang bersistem juri itu memutuskan lain. Seperti sudah tradisi, tidak ada juri
yang membela kulit hitam. Ketika Hakim Taylor menerima secarik kertas yang
berisi putusan juri, isinya:"Bersalah...bersalah...bersalah...bersalah...bersalah...".
Pentingnya
Pendidikan
Salah satu
keunggulan Atticus Finch ialah ia mendidik anaknya. Pendidikan adalah kunci
untuk membuka kebodohan termasuk prasangka. Selepas waktu bekerja sebagai
pengacara, ia bersama dengan Scout akan membaca artikel koran. Untuk Jem, ia
membelikan majalah kesukaannya, Football. Apa sarananya? membaca dan bertanya.
Scout dan Jem sering terlibat diskusi atau perdebatan, dan yang menjadi tempat
bertanya terakhir adalah ayah mereka. "Aku dan Jem sudah terbiasa dengan
diksi ayah kami yang lebih cocok diterapkan pada surat wasiat, dan kami bebas
menyela Attiicus kapanpun untuk memintanya menjelaskan kata-kata itu kalau ucapannya
tak kami mengerti”.
Pendidikan
yang baik setidaknya berasal dari rumah. Begitu yang dicontohkan oleh Atticus
dan Calpurnia. Atticus mengajari Jem dan Scout membaca termasuk menghormati
orang lain. Sejak ibu mereka meninggal, praktis yang mengasuh Jem dan Scout
adalah Calpurnia. Calpurnia mendidik kedua kakak beradik tersebut seperti
anaknya sendiri. Walaupun Calpurnia dari golongan Nigger, Atticus tidak
berkeberatan.
Penutup
Sejarah kelam umat manusia yang dengan tega mengorbankan sesamanya dengan alasan warna kulit, adalah kekejaman terbesar. Harper Lee dengan tepat menuliskan novel ini, sebab akibat kesalahan masa lalu berupa prasangka dan kebodohan menyebabkan satu atau lebih mockingbird terbunuh.